Jumat, 28 Januari 2011

sirosis hepatis



  1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.  Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada payah jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja seperti pada sindrom felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hepatis ( Noer, H.M.S. 1999).
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.  Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
  1. Etiologi
Secara morfologi, sirosis dibagi atas jenis mikronodular (portal), makronodular (pascanekrotik) dan jenis campuran, sedang dalam klinik dikenal tiga jenis yaitu portal, pascanekrotik dan bilier.  Penyakit – penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik dll.
  1. Patogenesis
Infeksi hepatis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.  Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolsps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati.  Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama.  Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.  Jaringan parut ini dapat menghubunkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal.  Hal demikian dapat pulaterjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.  Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif.  Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkin hati.  Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis.  Pasda sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosisdaerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen.  Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septa aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkin hati.
Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pambentukan nodul regenerasi oleh sel parenkin hati yang masih baik.  Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis / nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar empat tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.
 
  1. Manifestasi klinis
a.       Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada pase penyakitnya.Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi.Dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini).
b.  Fase kompensasi sempurna.
Pada pasien ini tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar,merasa kurang kemampuan kerja, selera akan berkurang, perasaan perut kembung, mual kadang mencret atau konstipasi, berat badan menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat lelah akibat deplesi protein atau penimbunan air diotot.
c.  Fase dekompensasi
Pasien sirosis hati dalam fse ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifetasi eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus edema pretibial dan asites. Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat mungkin disebabkan proses penyakit yang berlanjut atau transformasi kearah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembekuan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid atau haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktifitas sirosis itu sendiri.
Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis. Hematemesis dan melena atau melena saja akibat perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh kedalam renjatan. Pada kasus lain sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati hepatik sampai koma hepatik. Ensepalopati bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esovagus.
  1. Pemeriksaan penunjang
Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar globulin serum, peninggian kadar bilirubin direk dan indirek), penurunan enzim klinesterase, serta peninggian SGOT dan SGPT. Pemeriksaan terhadap alfa feto protein sering menunjukan peningkatan. Untuk melihat kelainan secara hispatologi dilakukan biopsi hati.
  1. Penatalaksanaan
a.       Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diit tinggi kalori dan protein, lemak secukupnya (DH III-IV). Bila timbul enselopati protein dikurangi (DH I).
b.      Pasien sirosis hepatis dengan penyebab yang diketahui seperti :
1)      Alkohol dan obat-obatan lain dianjurkan menghentikan penggunaan
2)      Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine).
3)      Pada penyakit Wilson (penyakit metabolik yang diturunkan), diberikan d-penicilamine (chelating agent) 20 g/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum, dan menambah eksresi melalui urine.
4)      Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
c.       Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul.
1)     Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hari dan total cairan 1,5 1/hari. Spironoplkton (diuretik bekerja pada tubulus distal) dimulai dengan dosis awal 4x25 mg/hari dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari, efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari. Idealnya pengurangan berat badan dengan pemberian diuretik ini adalah 1 kg/hari. Bila perlu dikombinasi dengan furosemid (bekerja pada tubulus proksimal) atau dilakukan filter cairan asites dengan Le Vee shunt.
2)     Perdarahan farises usofagus (hematemeses, hematemeses dengan melena atau melena saja). Pasien dirawat di rumah sakit sebagai kasus perdarahan saluran cernaatas.
a)      Pertama dilakukan pemasangan NG tube untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari saluran cerna disamping melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah dan untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
b)      Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 9 g% dilakukan pemberian dekstrosa/salin dan transfusi darah secukupnya.
c)      Diberikan vasopresin 2 ampul. 0,1 g dalam 500 cc cairan D 5% atau salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
d)     Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan varises.
e)      Dapat dilakukan skleroterapisesudah dilakukan endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahanya varises. Skleroterapi dilakukan pada Child ABC.
f)       Operasi pintas dilakukan pada Child AB atau dilakukan transeksi esofagus (operasi Tanners). Tindakan tersebut diatas dapat dilakukan pada saat perdarahan, setelah dilakukanresusitasi dan ini merupakan tindakan darurat. Dinamakan tindakan alektif bila dilakukan setelah lewat masa darurat tersebut.
g)      Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan laser dan heart probe.
h)      Bila tidak tersedia fasilitas diatas, untuk mencegah rebleeding dapat diberikan propanolol.
3)     Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia, mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet DH I, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma untuk mengurangi absorbsi bahan-bahan nitrogen dan pemberian duphalac 2x2 sendok makan, pemberian neomisin peroral untuk sterilisasi usus dan pemberian antibiotik (ampisilin atau sefalosporin) pada keadaan infeksi sistemik.
4)     Peritonitis bakterial spontan biasa dijumpai pada pasien sirosis alkoholik dengan asites. Pada pasien demikian sekitar 10-30% menderita PBS. Terapi diberikan anti biotik pilihan seperti sefotaxime 2g/8 jam i.v, amoksisilin, aminoglikosida.
5)     Sindrom hepatorenal/nefropati hepatik. Prognosis biasanya jelek, cepat menjadi ireversibel dan diakhiri dengan kematian. Dijumpai gangguan ginjal akut pada pasien  sirosis hati dengan asites berupa hiponatremia, gangguan asam basa, alkalosis respiratori, asidosis laktat, nekrosis tubular akut (ATN) dan sindrom hepatorenal (SHR). Faktor pencetus SHR berupa obat NSAIDs, laktulosa, diuresis berlebihan akibat pemakaian diuretik, parasintesis abdominal tanpapemberian cairan koloidal. Terapi Penanganan SHR. Setelah diagnosis ditegakkan, keseimbangan air dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian antibiotik, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra hati-hati untuk memperbaiki aliran vena kava, sehingga timbul perbaikan pada curah jantung dan fungsi ginjal. Dapat dicoba prosedur pintas Le Veen.
  1. Komplikasi
a.       Kegagalan hati
b.      Hipertensi portal
c.       Asites
d.      Ensefalopati
e.       Peritonitis bakterial spontan
f.       Sindrom hepatorenal
g.      Transformasi kearah kanker hati primer (hepatoma)
  1. Prognosis
Sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis reversibel. Sirosis yang disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilson’s ternyata pada penyembuhan timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena alkohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alkohol. Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi Child yang dikembangkan maka keadaan dibawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis.
a.       Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%.
b.      Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar.
c.       Kadar albumin rendah (< 2,5 g%).
d.      Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatik spontan tanpa faktor pencetus luar. Gagal hati tanpa faktor pencetus luar mempunyai prognosislebih jelek dari pada yang jelas faktor pencetusnya.
e.       Hati mengecil.
f.       Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus.
g.      Komplikasi neurologis bukan akibat kilateralisasi ekstensif.
h.      Kadar protrombin rendah.
i.        Kadar natrium darah yang rendah (< 120 meq/l), tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg.
j.        CHE rendah, sediaan biopsi yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradanagan.
Prognosisi tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular, beratnyahipertensiportal dan timbulnya komplikasi lain.

link

Tidak ada komentar:

Posting Komentar